teladan-rasulullah-saw_31.jpg

Salah satu aspek keimanan kita kepada Rasulullah saw adalah kita yakin bahwa beliau adalah seorang Rasul saw yang sarat dengan keteladanan. Keteladanan beliau saw bagi umat Islam, bukan hanya dalam praktek ibadah seperti shalat, zakat, puasa, berhaji, dan lain-lain saja, tetapi menyangkut seluruh akhlak dan pribadi beliau saw.

Maka apabila kita akan mengikuti seluruh teladan Rasulullah saw, mulai sejak kita mendidik diri dan keluarga kita, dan membimbing anak-anak kita, seperti Muhammad kecil, di antara sifat unggulannya adalah dalam sejarah beliau dikenal sebagai sosok Al Amin, pribadi yang jujur. Di mana dalam kejujurannya itu, beliau mampu memimpin umat, karena apa yang beliau ajarkan beliau sendiri yang pertama melaksanakan.

Keteladanan yang beliau pancarkan itu, kemudian para sahabat merekam apa-apa yang diajarkan oleh beliau saw, dan kemudian disampaikan kepada generasi berikut-berikutnya. Maka lahirlah kitab-kitab hadis. Sehingga di dunia ini tidak ada tokoh manapun sampai sekarang yang riwayat hidupnya ditulis dengan sangat lengkap hingga sangat detail dan teknis, kecuali terhadap Nabi Muhammad saw, karena ia adalah uswah hasanah, seperti menjadi suami yang baik, teladannya ada pada Rasulullah saw, menjadi seorang ayah, pemimpin, pebisnis yang baik itu ada juga pada keteladanan diri Rasulullah saw.

Memang dewasa ini kita rasakan sering menjadi problem kita terhadap krisis keteladanan atas kaum muslimin. Padahal terdapat teladan yang pasti benar dan baik, yaitu Rasulullah saw, karena akhlak dan pribadi beliau menjadi uswah hasanah, lengkap menjadi kewajiban kita untuk terus menggali, membaca, mendalami dan mempelajari sirah perjalanan hidup beliau saw yang sarat dengan keteladanan, uswatun hasanah.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah.“ ( QS Al-Ahzab [ 33 ] : 21 )

Ayat ini turun ketika terjadi perang Khandaq. Pada waktu itu, Rasulullah saw dan para sahabatnya menggali parit di sebelah utara kota Madinah sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi musuh gabungan, antara kaum jahiliyah Mekah dengan didukung Yahudi dan Nasrani Madinah. Parit yang digali itu cukup panjang, lebar dan dalam. Perbekalan yang tersedia sangat menipis, sehingga sebagian sahabat terpaksa mengganjal perutnya dengan batu sebagai penahan rasa lapar. Beberapa sahabat datang kepada Rasulullah saw mengadukan keadaan mereka yang kelaparan, sambil memperlihatkan perutnya yang diganjal batu, maka Rasulullah saw pun membukakan bagian perutnya juga, dan nampaklah dua buah batu mengganjal perut beliau , maka turunlah surat di atas .

Rasulullah saw memberi teladan yang baik kalau para sahabat hanya diganjal dengan satu buah batu, beliau malah diganjal dengan dua buah batu. Di sini jelas bahwa Rasulullah saw lebih merasakan lapar daripada sahabat–sahabatnya, ini memberi contoh bahwa pemimpin tidak boleh hanya mengutamakan diri sendiri, tetapi harus memperhatikan nasib rakyatnya.

Sumber: Detik.com

Berita Lainnya